Bela diri merupakan kemampuan manusia untuk mempertahankan diri dari ancaman luar. Ini merupakan sifat dasar manusia untuk mempertahankan keberadaan di lingkungannya. Sejak ribuan tahun yang lalu sudah dikenal peninggalan–peninggalan prasejarah yang menyatakan hal tersebut, seperti lukisan di dinding gua, yang menggambarkan manusia bertempur dengan binatang buas, atau ditemukan sejata, tombak, pisau yang terbuat dari batu, tulang atau logam. Pada waktu itu bela diri hanya besifat mempertahankan diri dari gangguan binatang buas dan alam sekitarnya. Sejalan dengan perputaran waktu, populasi manusia semakin meningkat, sehingga gangguan tidak hanya berasal dari alam sekitar saja namun juga berasal dari manusia itu sendiri. Hal tersebut memunculkan keinginan untuk menekuni ilmu bela diri, sehingga bisa mempertahankan atau bahkan menyerang manusia lainnya.
Konon ketika Sidartha Gautama pendiri Agama Budha tutup usia, para pengikutnya mendapat amanat untuk mengembangkan agama tersebut ke seluruh penjuru dunia, ketika menyebarkan agama tersebut medan yang dilalui begitu sulit maka pembawa amanat tersebut dibekali dengan ilmu beladiri,. Misi ke arah Barat ternyata mengembangkan ilmu Pangkration atau Wrestling di Yunani. ke arah Selatan mengembangkan semacam, pencak silat yang kita kenal sekarang ini. Salah satu misi yang ke Utara menjelajahi Cina menghasilkan kungfu (belakangan di abad XII, kungfu dibawa oleh pedagang Cina dan Kubilaikhan ke negara Majapahit di Jawa Timur). Dari Cina rombongan yang ke Korea menghasilkan bela diri yang kemudian kita kenal dengan Tae kwon do. Dari Korea rombongan tidak dapat meneruskan perjalanan ke Jepang, tetapi berhenti hanya sampai di kepulauan Okinawa. Tidak berhasil masuknya rombongan ke Jepang, karena di Jepang saat itu sudah mengembangkan ilmu bela diri Jujitsu, yudo, kendo dan ilmu pedang (kenjutsu). Namun sejarah mencatat bahwa pada tahun 1600-an, Kerajaan Jepang telah menguasai Okinawa. Kerajaan Jepang telah memerintah Okinawa dengan tangan besi, penduduk dilarang memiliki senjata tajam. Diam-diam bangsa yang terjajah ini mempelajari ilmu bela diri terutama pendeta dengan tangan kosong yang waktu dikenal dengan nama TOTE atau disebut dengan tangan cina. Dari satu teknik ke teknik lainnya, ilmu bela diri diperdalam dan para pendeta ikut mendorong berkembangnya ilmu bela diri TOTE ini.
Pada tahun 1921 Gichin Funakoshi memperkenalkan Tote ke penduduk Jepang, kemudian ia mengubah nama dan kanji beladiri ini menjadi Karate, disesuaikan dengan aksen dan karasteristik masyarakat Jepang. Kanji Karate terdiri dari dua huruf yaitu Kara dan Te, Kara berarti kosong dan Te berarti tangan, sehingga karate dapat diartikan sebagai Tangan Kosong.
Secara umum latihan dasar karate diklasifikasikan menjadi tiga bagian antara lain:
1. Kihon
Latihan teknik-teknik dasar karate seperti teknik memukul, menendang dan menangkis.
2. Kata
Gabungan tehnik-tehnik dasar karate yang disusun sedemikan rupa sehingga membentuk gerak seni yang indah, bertujuan, berjiwa, yang dilakukan dengan kesungguhan, tenaga, kelenturan dan kecepatan..
3. Kumite
Tehnik bela diri atau tempur.Pada zaman sekarang karate juga dapat dibagi menjadi aliran tradisional dan aliran olah raga. Aliran tradisional lebih menekankan aspek bela diri sementara aliran olah raga lebih menumpukan teknik-teknik untuk pertandingan olah raga.
FALSAFAH KARATE
Rakka (Bunga berguguran) merupakan konsep bela diri karate. Setiap teknik beladiri karate, memerlukan tenaga yang mantap, Jika mempertahankan diri dengan satu tehnik saja, maka sudah cukup untuk membela diri, diumpamakan jika teknik itu dilakukan pada sebuah pohon, maka semua bunga dan daun dari pohon tersebut jatuh berguguran. Jika seseorang menyerang karateka, maka karateka itu akan melakukan tehnik tangkisan, Jika tangkisan tersebut cukup kuat dan mantap maka menyebabkan patahnya tangan si penyerang, dan hal itu tidak perlu lagi memberikan serangan balas.
Mizu No Kokoro (Pikiran itu seperti air) Konsep ini menjelaskan bahwa Pikiran perlu dijaga dan dilatih supaya tetap tenang, Jika pikiran kita tenang kita maka kita dapat mengelak atau menangkis serangan dengan mudah. Pikiran itu seumpama air di danau. Bila bulan mengambang, kita akan dapat melihat bayangan bulan dengan terang di danau yang tenang. Sekiranya dilontar batu kecil ke danau tersebut, bayangan bulan di danau itu akan kabur.
ALIRAN KARATE
Secara umum semua Karate sama. Namun terdapat perbedaan atau ciri sesuai dengan pendiri sebuah aliran karate. Menurut Japan Karate Foundation, Karate dibagi menjadi 4 aliran:
1.Shotokan
Berpegang pada konsep Ichigeki Hisatsu, yaitu satu gerakan dapat membunuh lawan. Shotokan menggunakan kuda-kuda yang rendah serta pukulan dan tangkisan yang keras. Gerakan Shotokan cenderung linear/frontal, sehingga praktisi Shotokan berani langsung beradu pukulan dan tangkisan dengan lawan.
2.Goju-ryu
Berpegang pada konsep bahwa "dalam pertarungan yang sesungguhnya, kita harus bisa menerima dan membalas pukulan". Sehinga Goju-ryu menekankan pada latihan SANCHIN atau pernapasan dasar, agar para praktisinya dapat memberikan pukulan yang dahsyat dan menerima pukulan dari lawan tanpa terluka. Goju-ryu menggunakan tangkisan yang bersifat circular serta senang melakukan pertarungan jarak rapat.
3.Shito-ryu
Aliran Shito-ryu terkenal dengan keahlian bermain KATA, terbukti dari banyaknya KATA yang diajarkan di aliran Shito-ryu, yaitu ada 30 sampai 40 KATA, lebih banyak dari aliran lain. Sebagai perbandingan, Shotokan memiliki 25, Wado memiliki 17, Goju memiliki 12 KATA. Dalam pertarungan, ahli Karate Shito-ryu dapat menyesuaikan diri dengan kondisi, mereka bisa bertarung seperti Shotokan secara frontal, maupun dengan jarak rapat seperti Goju.
4. Wado-ryu
Wado-ryu adalah aliran Karate yang unik karena berakar pada seni beladiri Shindo Yoshin-ryu Jujutsu, sebuah aliran beladiri Jepang yang memiliki teknik kuncian persendian dan lemparan. Sehingga Wado-ryu selain mengajarkan teknik Karate juga mengajarkan teknik kuncian persendian dan lemparan/bantingan Jujutsu. Dalam pertarungan, ahli Wado-ryu menggunakan prinsip Jujutsu yaitu tidak mau mengadu tenaga secara frontal, lebih banyak menggunakan tangkisan yang bersifat mengalir (bukan tangkisan keras), dan terkadang menggunakan teknik Jujutsu seperti bantingan dan sapuan kaki untuk menjatuhkan lawan. Akan tetapi, dalam pertandingan FORKI dan JKF, para praktisi Wado-ryu juga mampu menyesuaikan diri dengan peraturan yang ada dan bertanding tanpa menggunakan jurus-jurus Jujutsu tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar